Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an disebut sebagai “era pestisida” (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004).
Kerjasama antara militer dan industri agro kimia pada waktu Perang dunia telah membuat
perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi beberapa jenis pestisida yang memang difungsikan untuk kepentingan perang.
Pada
waktu Perang Dunia I, Jerman memproduksi nitrat yang digunakan sebagai
bahan peledak. Selain itu diproduksi pula organophosphate yang digunakan
sebagai gas beracun. Sejarah ini terulang pula pada waktu meletus
Perang Dunia II, di mana DDT digunakan untuk memberantas lintah dan
nyamuk yang sangat mempengaruhi kehidupantentara di medan perang. Selain
itu herbisida 2-4 D dan 2,4,5-T digunakan AS di Vietnam untuk membasmi
tanaman.
Setelah
masa penjajahan, kondisi Negara-negara dunia ke tiga semakin terpuruk,
karena sumber kekayaan alam yang berlimpah lebih banyak digunakan untuk
mencukupi kebutuhan Negara utara, seperti gula, the, kopi, dll. Bahaya
kekurangan pangan, kelaparan dan wabah penyakit mulai melanda Negara
dunia ke tiga tsb. Pada saat itu oleh Negara utara mulai diperkenalkan
pertanian modern yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan
pemberian paket tehnologi (pupuk,benih pestisida). Dari sinilah sejarah
pestisida berubah, dari kepentingan perang menjadi untuk pemeliharaan
tanaman.
Berakhirnya
masa kolonial bukan berarti berakhirnya kekuasaan Negara utara, tetapi
mereka menggunakan cara baru untuk kembali menguasai Negara dunia ke
tiga. Dengan kebijakan Revolusi Hijau, Negara berkembang dipengaruhi
untuk menganut system tsb dengan pemberian paket tehnologi, melalui
perusahaan multi nasional yang bekerjasama dengan elite nasional,
perguruan tinggi dan peneliti. Dengan cara ini perusahaan pestisida
berkembang menjadi industri raksasa yang menguasai dunia. Fakta
menunjukkan bahwa industri pestisida pada PD sampai saat ini berkembang
pesat menjadi kerajaan pestisida, diantaranya:
1. Di
Inggris, beberapa perusahaan Inggris yang berproduksi untuk mensuplay
PD 1 (1920), bergabung dalam ICI (Imperial Chemical Industries), pada
tahun 1993 mengembangkan usahanya dalam industri farmasi, agrokimia dan
benih dengan nama ZENECA. Tahun 1999 Zeneca merger dengan ASTRA
(perusahaan farmasi Swedia) membentuk ASTRAZENECA. Dan pada tahun 2000
industri ini merger dengan NORVATIS (gabungan Ciba dan Sandos di Swiss),
membentuk SYGENTA.
2. Di
Jerman, Bayer yang saat ini termasuk 6 industri pestisida terbesar di
dunia, dulunya berasal dari BASF, Bayer dan Hoechst yang merger dengan
Rhone Poulenc (Perancis) dan AVENTIS pada tahun 2002.
Pertanyaannya
adalah mengapa perusahaan pestisida tsb mampu menguasai pasar Negara
lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya politik yang dilakukan oleh
perusahaan multi nasional tersebut dan telah menjadi scenario global.
Proses globalisasi telah dijadikan alat diberlakukannya pasar bebas,
dengan pemberian pinjaman bagi Negara miskin dengan syarat tertentu.
Strategi ini dilakukan dengan cara mempengaruhi elite nasional,
perguruan tinggi dan peneliti, serta konsumen seperti:
1. IRRI
disupport oleh Yayasan Rockefeller dan Ford Foundation mengadakan riset
tentang RH yang sebenarnya merupakan politik AS untuk membendung ajaran
komunis.
2. Pinjaman/Hutang
jangka panjang oleh Bank Dunia, IMF, ADB untuk pembelian paket
tehnologi RH yang diproduksi industri tsb (perkembangannya tidak hanya
pestisida yang diproduksi tetapi juga benih, pupuk, alat-alat
pertanian).
3. Promosi di media elektronik dan cetak : eksploitasi perempuan, hadiah naik haji, mobil, dll
4. Strategi
ini membuat petani semakin tergantung pada pestisida kimia dan semakin
lama dosis yang digunakan semakin bertambah karena hama semakin
resisten. Kekebalan hama ini selain meningkatkan dosis penggunaan juga
membuat petani mencampur beberapa jenis pestisida untuk kepentingan lain
di usaha taninya, akibatnya biaya produksi melambung tidak sebanding
dengan harga jual produk pertanian.
Tercatat
di tahun 2000, ada 6 perusahaan kimia pertanian besar (Sygenta,
Monsanto, Dupont, Aventis, BASF dan Down Chemical Co) mengeruk
keuntungan lebih dari US $ 20.422 juta dari penjualan bahan kimia
pertanian, dan US $ 4.836 juta dari benih dan pangan transgenik. Mereka
menguasai hampir 80 % perdagangan pangan dunia.
Perusahaan
ini bahkan telah menancapkan bisnisnya secara kuat di Indonesia,memberi
bukti bahwa Indonesia merupakan pasar besar perdagangan pestisida.
Beberapa
dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian
yang telah diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran
(Endo et al. 1988; Oka 1995), gejala resurjensi hama (Armes et al.,
1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya
residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi
pengguna (Oka 1995; Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida
disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global
warming) dan penipisan lapisan ozon (Reynolds, 1997).
Penelitian
terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan
kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization)
dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja
pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun
pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya
(Miller, 2004). Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta
orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal (Lawrence,
2007). Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu
terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental
Health Perspctive menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT
pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya
(Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC (Natural Resources Defense
Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya
disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan
oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko
terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang
terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah (Ascherio et
al., 2006).
No comments:
Post a Comment