Sunday, June 17, 2012

Sejarah Pestisida


Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Beberapa literatur  menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an disebut sebagai “era pestisida” (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004).
Kerjasama antara militer dan industri agro kimia pada waktu Perang dunia telah membuat
perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi beberapa jenis pestisida yang memang difungsikan untuk kepentingan perang.
Pada waktu Perang Dunia I, Jerman memproduksi nitrat yang digunakan sebagai bahan peledak. Selain itu diproduksi pula organophosphate yang digunakan sebagai gas beracun. Sejarah ini terulang pula pada waktu meletus Perang Dunia II, di mana DDT digunakan untuk memberantas lintah dan nyamuk yang sangat mempengaruhi kehidupantentara di medan perang. Selain itu herbisida 2-4 D dan 2,4,5-T digunakan AS di Vietnam untuk membasmi tanaman.
Setelah masa penjajahan, kondisi Negara-negara dunia ke tiga semakin terpuruk, karena sumber kekayaan alam yang berlimpah lebih banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan Negara utara, seperti gula, the, kopi, dll. Bahaya kekurangan pangan, kelaparan dan wabah penyakit mulai melanda Negara dunia ke tiga tsb. Pada saat itu oleh Negara utara mulai diperkenalkan pertanian modern yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan pemberian paket tehnologi (pupuk,benih pestisida). Dari sinilah sejarah pestisida berubah, dari kepentingan perang menjadi untuk pemeliharaan tanaman.

Berakhirnya masa kolonial bukan berarti berakhirnya kekuasaan Negara utara, tetapi mereka menggunakan cara baru untuk kembali menguasai Negara dunia ke tiga. Dengan kebijakan Revolusi Hijau, Negara berkembang dipengaruhi untuk menganut system tsb dengan pemberian paket tehnologi, melalui perusahaan multi nasional yang bekerjasama dengan elite nasional, perguruan tinggi dan peneliti. Dengan cara ini perusahaan pestisida berkembang menjadi industri raksasa yang menguasai dunia. Fakta menunjukkan bahwa industri pestisida pada PD sampai saat ini berkembang pesat menjadi kerajaan pestisida, diantaranya:

1.      Di Inggris, beberapa perusahaan Inggris yang berproduksi untuk mensuplay PD 1 (1920), bergabung dalam ICI (Imperial Chemical Industries), pada tahun 1993 mengembangkan usahanya dalam industri farmasi, agrokimia dan benih dengan nama ZENECA. Tahun 1999 Zeneca merger dengan ASTRA (perusahaan farmasi Swedia) membentuk ASTRAZENECA. Dan pada tahun 2000 industri ini merger dengan NORVATIS (gabungan Ciba dan Sandos di Swiss), membentuk SYGENTA.
2.      Di Jerman, Bayer yang saat ini termasuk 6 industri pestisida terbesar di dunia, dulunya berasal dari BASF, Bayer dan Hoechst yang merger dengan Rhone Poulenc (Perancis) dan AVENTIS pada tahun 2002.

Pertanyaannya adalah mengapa perusahaan pestisida tsb mampu menguasai pasar Negara lain. Hal ini tidak terlepas dari adanya politik yang dilakukan oleh perusahaan multi nasional tersebut dan telah menjadi scenario global. Proses globalisasi telah dijadikan alat diberlakukannya pasar bebas, dengan pemberian pinjaman bagi Negara miskin dengan syarat tertentu. Strategi ini dilakukan dengan cara mempengaruhi elite nasional, perguruan tinggi dan peneliti, serta konsumen seperti:
1.      IRRI disupport oleh Yayasan Rockefeller dan Ford Foundation mengadakan riset tentang RH yang sebenarnya merupakan politik AS untuk membendung ajaran komunis.
2.      Pinjaman/Hutang jangka panjang oleh Bank Dunia, IMF, ADB untuk pembelian paket tehnologi RH yang diproduksi industri tsb (perkembangannya tidak hanya pestisida yang diproduksi tetapi juga benih, pupuk, alat-alat pertanian).
3.      Promosi di media elektronik dan cetak : eksploitasi perempuan, hadiah naik haji, mobil, dll
4.      Strategi ini membuat petani semakin tergantung pada pestisida kimia dan semakin lama dosis yang digunakan semakin bertambah karena hama semakin resisten. Kekebalan hama ini selain meningkatkan dosis penggunaan juga membuat petani mencampur beberapa jenis pestisida untuk kepentingan lain di usaha taninya, akibatnya biaya produksi melambung tidak sebanding dengan harga jual produk pertanian.

Tercatat di tahun 2000, ada 6 perusahaan kimia pertanian besar (Sygenta, Monsanto, Dupont, Aventis, BASF dan Down Chemical Co) mengeruk keuntungan lebih dari US $ 20.422 juta dari penjualan bahan kimia pertanian, dan US $ 4.836 juta dari benih dan pangan transgenik. Mereka menguasai hampir 80 % perdagangan pangan dunia.
Perusahaan ini bahkan telah menancapkan bisnisnya secara kuat di Indonesia,memberi bukti bahwa Indonesia merupakan pasar besar perdagangan pestisida.

Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka 1995), gejala resurjensi hama (Armes et al., 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995; Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan penipisan lapisan ozon (Reynolds, 1997).
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004). Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal (Lawrence, 2007). Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspctive menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya (Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah (Ascherio et al., 2006).

No comments:

Post a Comment