![]() |
Menemukan Jagung Hibrida Unggul |
Belajar dari Alam
Meski belum
berhasil sebagai pemenang, Nominator Liputan 6 SCTV Award bidang
inovasi, Haji Sukri tetap dianggap figur yang sangat inspiratif. Pria
kelahiran Saniang Baka 15 April 1949 yang hanya tamatan kelas 4 sekolah
dasar ini mampu menemukan jagung hibrida unggul. Kini sudah 6 varietas
yang dia temukan. Jagung unggul itu sudah diproduksi secara massal dan
dipasarkan secara nasional.
Parasaian hidup
membuat Haji Sukri tahun 1965 nekat merantau ke Jakarta dengan harapan
bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak daripada sekadar menjadi
petani di kampung. Saat itu umurnya baru 16 tahun. Di ibukota dia
berjual pakaian di kaki lima. Ternyata tak mudah hidup di Jakarta.
Kesulitan demi kesulitan dia alami sehingga Haji Sukri memutuskan
pindah ke Kabupaten Preung Sewu, Lampung tahun 1968. Di sana di
menjual berbagai macam jenis pakaian.
Petani cengkeh di Lampung
saat itu sedang berjaya. Mereka kaya raya dari hasil cengkehnya. Sukri
dan pedagang lainnya sering merasa dilecehkan dengan tingkah polah
mereka. Para petani cengkeh itu seringkali saat membeli ke pasar
menunjuk barang yang dibelinya dengan kaki.
Sejak saat itulah Sukri
tertantang untuk pulang kampung, kembali menjadi petani. “Di Lampung
petani bisa jaya, di Solok juga pasti bisa,” gumam Haji Sukri dalam
hati. Namun Sukri masih tetap ingin bertahan. Dia masih punya optimisme
bisa sukses di perantauan. Tahun 1969 Sukri memutuskan kembali ke
Jakarta. Di sana dia kembali menjadi PKL tapi tak berlangsung lama.
Tahun 1969 Sukri pulang
kampung karena ibunya meninggal. Dia pulang tanpa membawa
keberhasilan. Sejak saat itulah dia memutuskan menjadi petani. Dia ingat
betul petani di Preung Sewu Lampung Selatan yang bisa sukses dan kaya
raya hanya dengan bertani.
Mulai lah Sukri kembali
menjadi petani, mulai lah dia menanam bawang dan cengkeh, sambil
menanam jagung di bedeng-bedeng ladangnya. Sukri memang punya hobi ke
sawah dan ladang. Hari-harinya dihabiskan di sana. Tak lupa di membawa
rantang berisi makanan untuk bekal sehingga tak perlu pulang ke rumah
jelang siang.
Sukri memang hobi
mengawinkan tanaman. Saat bertanam cengkeh dia sudah mencoba
mengawinkan jambu keeling dengan cengkeh. Menurutnya karena varietasnya
sama, otomatis bisa dikawinkan. Hasilnya memang tak sempurna tetapi
Sukri tak putus asa.
Sifatnya yang selalu
penasaran dan sangat mencintai pertanian membuatnya selalu melakukan uji
coba terhadap tanaman. Pada tahu 1982, Sukri memfokuskan diri pada
pengembangan cabe, jagung dan tomat. Namun dia lebih fokus pada jagung
karena menurutnya lebih prospektif. Bagi Sukri menjadi petani tidak
sekadar menerima benih yang dijual di pasaran. Dia menginginkan benih
unggul yang punya produktivitas tinggi. Menurutnya, untuk memajukan
pertanian, langkah awal yang harus dilakukan adalah menyediakan bibit
unggul.
Namun Sukri tak punya
pengetahuan yang cukup bagaimana cara mendapatkan benih unggul.
Awalnya dia hanya melakukan cara-cara tradisional. Dia menanam jagung
di sela-sela tanaman cabe. Setiap panen, diambilnya lima tongkol yang
dianggap paling baik hasilnya dan digantungnya di sudut dapur sampai
kering. Nanti benih jagung itu ditanam lagi dan seterusnya sampai
benar-benar murni. Benih jagung yang murni ini kemudian dikawinkan
sesamanya sehingga dia mendapatkan jagung hibrida.
Sukri tak sadar, apa yang
dia lakukan itu ternyata merupakan bagian dari kegiatan pemuliaan
tanaman. Untuk menyempurnakan metode yang dia lakukan, Haji Sukri
mencari referensi dari berbagai buku. “Waktu itu saya dapat buku yang
tidak utuh, hanya 10 halaman yang berisi tentang pemuliaan tanaman.
Buku itu banyak membantu saya. Sekarang bukunya hilang entah kemana,”
ujarnya di ruang kerjanya, Rabu lalu (23/5).
Kerja keras yang dilakukan
Haji Sukri sejak tahun 1982 itu pun membuahkan hasil. Setelah melalui
berbagai tes, benih unggul yang dihasilkan Haji Sukri lolos murni dan
dilepas varietasnya oleh Kementerian Pertanian tahun 2000. Sejak saat
itu di bawah bendera PT Citra Nusantara Mandiri, jagung hibrida
temuannya diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan PT Pertani.
Hingga saat ini Haji Sukri
sudah menemukan 6 varietas jagung unggul. Tiga varietas yang terakhir
yakni N37, NT105 dan NT108 baru dilepas tahun ini. “Varietas baru itu
harus memiliki keunggulan dibanding varietas sebelumnya. Jadi harus ada
inovasi secara terus menerus, tidak boleh berhenti,” ujarnya.
Menurut Haji Sukri varietas
lama bisa dirombak lagi dan dikawinkan dengan varietas lain. Yang
penting dari setiap perkawinan tanaman yang kita lakukan ada nilai
tambah. Karena itu, harus dikenali keunggulan dan kelemahan dari
calon yang akan dikawinkan.
“Misalnya begini, anak kita
mau kita kawinkan. Dari 10 indikator, dia unggulnya tujuh. Kita harus
tahu apa yang tujuh keunggulannya itu dan tiga kelemahannya. Dari
sana baru kita cari calon mantu yang punya keunggulan pada tiga
kelemahan anak tadi,” ujarnya.
Haji Sukri menjelaskan
jagung yang sudah murni bisa kembali menyimpang setelah 2 sampai 3 tahun
dibudidayakan. Namun tidak setiap penyimpangan itu jelek. Penyimpangan
itu juga bisa dikendalikan dengan mudah.
Source : http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=29010
No comments:
Post a Comment