Thursday, May 24, 2012

Budidaya Jambu Mete

Jambu Mete 

JAMBU METE ( Anacardium occidentale L. )
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS, Jakarta, Februari 2000

  

1. SEJARAH SINGKAT
Jambu mete merupakan tanamnan buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di antara sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan negara pemasok utama jambu mete dunia.
Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda (di Sumatera Barat: jambu erang/jambu monye, di Lampung dijuluki gayu, di daerah Jawa Barat dijuluki jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa, dan di Sulawesi Utara disebut buah yaki.

2. JENIS TANAMAN
Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di antaranya ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau.

3. MANFAAT TANAMAN
Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selain itu juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi tinggi. Buah mete semu dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan seperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah kalengan, dan jem jambu mete.
Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete
menghasilkan gum atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku.
Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk obat luka bakar.

4. SENTRA PENANAMAN
Tanaman jambu mete banyak tumbuh di Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung Kidul, Bantul, dan Sleman). Di luar Pulau Jawa, Jambu mete banyak ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi Selatan (Kepulauan Pangkajene, Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone, dan Barru), Sulawesi Tenggara (Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima).

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
1) Tanaman jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman jambu mete kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya akan menurun atau tidak akan berbuah bila dinaungi tanaman lain.
2) Suhu harian di sentra penghasil jambu mete minimun antara 15-25 derajat C dan maksimun antara 25-35 derajat C. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu harian rata-rata 27 derajat C.
3) Jambu mete paling cocok dibudidayakan di daerah-daerah dengan kelembaban nisbi antara 70-80%. Akan tetapi tanaman jambu mete masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembaban 60-70%.
4) Angin kurang berperan dalam proses penyerbukan putik tanaman jambu mete. Dalam penyerbukan bunga jambu mete, yang lebih berperan adalah serangga karena serbuk sari jambu mete pekat dan berbau sangat harum.
5) Daerah yang paling sesuai untuk budi daya jambu mete ialah di daerah yang mempunyai jumlah curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun dengan 4-6 bulan kering (<60>

5.2. Media Tanam
1) Jenis tanah paling cocok untuk pertanaman jambu mete adalah tanah berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir.
2) Jambu mete paling cocok ditanam pada tanah dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapimasih sesuai pada pH antara 5,5 - 6,3.
5.3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia tanaman jambu mete dapat tumbuh di ketinggian tempat 1-1.200 m dpl. Batas optimum ketinggian tempat hanya sampai 700 m dpl, kecuali untuk tujuan rehabilitasi tanah kritis.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Budidaya jambu mete dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan secara vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi, dan penyambungan. Biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan. Cara penanganan biji mete untuk benih adalah :
a) Buah mete/calon bibit dipanen pada pertengahan musim panen.
b) Buah mete tersebut harus sudah matang dan tidak cacat.
c) Biji mete segera dikeluarkan dari buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir.
d) Biji mete dijemur sampai kadar air 8-10%.
e) Bila dikemas dalam kantong plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70 -80%.
f) Lama penyimpanan bibit ± 6 bulan, paling lama 8 bulan.
g) Sebelum ditanam, benih (biji mete) harus disemai dahulu.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Sebelum ditanami lahan harus dibersihkan dahulu, pH harus 4-6, tanah tanaman jambu mete sangat toleran terhadap lingkungan yang kering ataupun lembab, juga terhadap tanah yang kurang subur. Daerah dengan tanah liat pun jambu mete dapat tetap bisa hidup dan berproduksi dengan baik. saat tanam jambu mete adalah awal musim hujan, pengolahan tanah sudah dimulai di musim kemarau.
2) Pembukaan lahan
Lahan yang akan ditanami jambu mete harus terbuka atau terkena sinar matahari dan disiapkan sebaik-baiknya.Tanah dibajak/dicangkul sebelum musim hujan. Batang-batang pohon disingkirkan dan dibakar, untuk tanah yang pembuangan airnya kurang baik dibuatkan parit-parit drainase.
3) Pemupukan
Pemberian pupuk kandang dimulai sejak sebelum penanaman. Sebaiknya disaat tanaman masih kecil, pemupukan dengan pupuk kandang itu diulangi barang dua kali setahun. Caranya dengan menggali lubang sekitar batang, sedikit diluar lingkaran daun. pupuk atau kompos dimasukkan kedalam lubang galian itu. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggali lubang, diluar lubang sebelumnya. Pemberian pupuk kandang dan kompos, kecuali dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan fisik tanah.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola dan Jarak Tanam
Pada budi daya monokultur jarak tanam dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap satu ha lahan jumlah total tanaman yang dibutuhkan sebanyak 69 batang. Jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran 6 X 6 m sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan adalah 276 batang/ha. Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan
pada umur 6-10 tahun. Untuk efisiensi lahan, dapat diterapkan budidaya polikultur. Beberapa jenis
tanaman bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai tanaman sela. Sebagai contoh adalah tanaman palawija, rumput setaria, dan jambu mete. Bibit jambu mete yang berasal dari pencangkokan dapat ditanam dengan jarak 5 x 5 m, bila jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua bentuk ini hanya dapat diterapkan di lahan datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.
2) Pembuatan Lubang Tanam
Cara membuat lubang tanam:
a) Tanah digali dengan ukuran : 30 x 30 x 30 cm. Bila jenis tanahnya sangat liat, ukuran lubang tanam dibuat: 50 x 50 x 50 cm. Bila di lubang tanam terdapat lapisan cadas, harus ditembus, agar akar dapat tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan air.
b) Pada waktu penggalian lubang, lapisan tanah bagian atas dipisahkan ke arah Utara dan Selatan serta lapisan bawah ke arah Timur dan Barat.
c) Lubang tanam dibiarkan terbuka ± 4 minggu. Pada waktu penutupan lubang, tanah lapisan bawah dikembalikan ke tempat semula, disusul lapisan atas yang telah bercampur dengan pupuk kandang ± 1 pikul.
d) Di lubang tanam yang telah ditimbun dibuat ajir agar lubang tanam mudah ditemukan kembali.
3) Cara Penanaman
Penanaman dapat dilakukan 4–6 minggu setelah lubang tanam disiapkan. Untuk mengurangi keasaman tanah, pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Bibit yang akan ditanam dilepas dari polybag. Tanah yang melekat pada akar dijaga jangan sampai berantakan agar perakaran bibit tidak rusak.
b) Penanaman dilakukan sampai sebatas leher akar atau sama dalamnya seperti sewaktu masih dalam persemaian. Bila menggunakan bibit dari okulasi dan sambung, diusahakan akar tunggangnya tetap lurus. Letak akar cabang diusahakan tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya yang patah/rusak sebaiknya dipotong.
c) Tanah disekitar batang dipadatkan dan diratakan agar tidak dapat terdapat rongga-rongga udara diantara akar dan tidak terjadi genangan air. Tanaman perlu diberi penyangga dari bambu agar dapat tumbuh tegak.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air. Oleh karena itu tanaman perlu disiram pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan secukupnya dan air siraman jangan sampai menggenangi tanaman.
2) Penyulaman
Penyulaman dilakukan setalah tanaman berumur 2-3 tahun. Apabila tanaman berumur = 3 tahun maka pertumbuhan tanaman sulaman umumnya kurang baik atau akan terhambat.
3) Penyiangan dan Penggemburan
Bibit jambu mete mulai berdaun dan bertunas setelah 2-3 bulan ditanam. Pembasmian gulma sebaiknya dilakukan sekali dalam 45 hari. Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin sedikit.
Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara. Untuk itu tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan.
4) Pemupukan
Tanaman jambu mete dipupuk dengan pupuk kandang, kompos, atau pupuk buatan. Pemberian pupuk kandang/ kompos dilakukan dengan cara menggali parit melingkar, di luar tajuk sebanyak ± 2 blek minyak tanah (± 20 kg). Pupuk dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan pupuk buatan.
5) Pemangkasan
Cara pemangkasan tanaman jambu mete dilakukan sebagai berikut:
a) Tunas-tunas samping pada bibit terus-menerus dipangkas sampai tinggi cabang mencapai 1 - 1,5 m dari tanah.
b) Pilih 3 - 5 cabang sehat dan baik posisinya terhadap batang pokok .
c) Pemangkasan ini dilakukan sebelum tanaman berbunga. Pemangkasan untuk pemeliharaan dilakukan setelah tanaman berbuah.
6) Penjarangan
Penjarangan dilakukan bertahap pada saat tajuk tanaman saling menutupi. Apabila jarak tanaman 6 x 6 m dan ditanam secara monokultur maka tajuk tanaman diperkirakan sudah bersentuhan pada tahun 6 - 10 tahun. Pada saat itu penjarangan mulai dilakukan.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Hama yang sering menyerang tanaman jambu mete adalah hama pengisap daun, nyamuk daun, penggerek daun, penggulung daun, ulat kipat, ulat hijau, dan ulat perusak bunga. Insektisida yang dianjurkan antara lain: Tamaron, Folidol, Lamnate, Basudin dan Dimecron dengan dosis 2cc atau 2 gram/liter air.
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Pada tanaman terlihat kepompong bergelantungan. Ulat berwarna hitam bercakbercak putih, kepala dan ekor warna merah nyala, seluruh tubuhnya ditumbuhi rambut putih. Telurnya berwarna putih, oval. Fase pupa berlangsung 4 minggu, fase kepompong 3-5 minggu. Gejala: daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan; pada serangan yang hebat, daun dapat habis sama sekali, tetapi tanaman tidak mati; tanaman tidak akan menghasilkan buah, dan baru pulih setelah 18 bulan. Pengendalian: dengan menyemprotkan insektisida Symbush 50 EC atau Pumicidin dengan dosis 1,0 - 1,5 ml/liter air.
2) Helopeltis sp.
Tubuh imago berwarna hitam, kecuali abdomen bagian belakang sebelah bawah berwarna putih. Gejala: pada tunas-tunas daun muda, tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak merata; daun dan ranting segera mengering dan diikuti dengan gugurnya daun. Pengendalian: (1) melalui teknik bercocok tanam, misalnya dengan mengurangi tanaman inang atau tanaman peneduh; (2) dengan insektisida Agroline dengan dosis 0,2 % atau Thiodan dengan dosis 0,02 %.
3) Ulat penggerek batang (Plocaederus feeeugineus L)
Gejala: mula-mula daun berubah warna menjadi kuning; lama-kelamaan daun akan gugur/rontok dan tanaman dapat mati. Pengendalian: (1) dengan menangkap ulat penggerek tersebut; (2) dengan mengolesi sekitar permukaan batang/akar dengan larutan BMC 1-2% (20 gram/liter air).
4) Hama penggerek buah dan biji (Nephoteryx sp.)
Gejala: buah muda yang diserang hama ini akan berjatuhan dan kering, sedang buah tua isinya belum penuh. Pengendalian: belum didapatkan cara yang tepat, sebab larva instar yang jatuh terakhir dan menjadi pupa di tanah, maka hama dapat diberantas secara mekanis atau kimiawi, yaitu dengan menggunakan Karbaril 0,15%.
7.2. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang adalah penyakit busuk batang dan akar, penyakit
bunga dan putik, dan Antracnossis. Penyakit ini dapat dibasmi dengan Fungisida
Zinc Carmamate, Captacol dan Theophanatea.
1) Penyakit layu
Penyakit ini muncul bila tempat pembibitan terlalu lembab dan jenuh air.
Penyebab: jamur Phytophthora palmivora, Fusarium sp. dan Phytium sp. Gejala:
bila tanaman tiba-tiba menjadi layu. Pengendalian: (1) dengan memperbaiki
lingkungan pembibitan, seperti memperdalam parit pembuangan air dan
mengurangi naungan yang terlalu rapat; (2) dengan penyemprotan Dithane M 45
secara teratur dan terencana.
2) Daun layu dan kering
Penyebab: bakteri Phytophthora solanacearum. Gejala: secara mencolok daundaun
berubah warna dari hijau menjadi kuning lalu gugur; beberapa cabang
meranggas dan tanaman akhirnya mati; jaringan kayu pada batang yang
terserang di bawah kulit berwarna hitam atau biru tua dan berbau busuk.
Pengendalian: tanaman yang terserang penyakit ini harus dibongkar sampai ke
akar-akarnya supaya penyakit tidak menular ke tanaman lain; pencegahan harus
secara terpadu; bibit dan alat-alat pertanian harus bebas dari kontaminasi bakteri
dan karantina tanaman dilakukan secara konsekuen.
3) Bunga dan buah busuk
(1) Penyebab: Colletrichum sp., Botryodiplodia sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit
buah hitam dan busuk. (2) Penyebab: Pestalotiopsis sp, Colletrichum sp,
Pestalotiopsis sp., Botryodiplodia sp., Fusarium sp. Gejala: permukaan kulit buah
& kulit biji, kering kecoklatan & pecah-pecah, bunga & tangkainya busuk. (3)
Penyebab : Botryodiplodia sp. , Fusarium sp., Pestalotiopsis sp. Gejala: kulit biji
busuk dan hitam. Pengendalian: (1) perlu dilakukan secara terpadu; (2) untuk
memberantas jamur parasit ini beberapa fungisida yang efektif adalah Dithane M-
45, Delsene MX 200, Difolan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah jambu mete yang sudah tua adalah sebagai berikut:
a) Warna kulit buah semu menjadi kuning, oranye, atau merah tergantung pada
jenisnya.
b) Ukuran buah semu lebih besar dari buah sejati.
c) Tekstur daging semu lunak, rasanya asam agak manis, berair, dan aroma
buahnya mirip aroma stroberi.
d) Warna kulit bijinya menjadi putih keabu-abuan dan mengilat.
Ketepatan masa panen dan penanganan buah mete selama masa pemanenan
merupakan faktor penting. Tanaman jambu mete dapat dipanen untuk pertama kali
pada umur 3-4 tahun. Buah mete biasanya telah dapat dipetik pada umur 60-70 hari
sejak munculnya bunga. Masa panen berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan
November sampai bulan Februari tahun berikutnya. Agar mutu gelondong/kacang
mete baik, buah yang dipetik harus telah tua.
8.2. Cara Panen
Sampai saat ini ada dua cara panen yang lazim dilakukan di berbagai sentra jambu
mete di dunia, yaitu cara lelesan dan cara selektif.
a) Cara lelesan
Dilakukan dengan membiarkan buah jambu mete yang telah tua tetap di pohon
dan jatuh sendiri atau para petani menggoyang-goyangkan pohon agar buah yang
tua berjatuhan.
b) Cara selektif
Dilakukan secara selektif (buah langsung dipilih dan dipetik dari pohon). Apabila
buah tidak memungkinkan dipetik secara langsung, pemanenan dapat dibantu
dengan galah dan tangga berkaki tiga.
8.3. Prakiraan Produksi
Banyaknya hasil panen tergantung dari umur tanam. Jambu mete yang berumur 3-4
tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3 kg/pohon. Hasil ini meningkat
menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun. Tanaman jambu mete sebenarnya
masih dapat berproduksi sampai umur 50 tahun, tetapi masa paling produktifnya
adalah pada umur 25-30 tahun.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Mutu kacang mete di pasaran cukup bervariasi. Variasi mutu kacang mete tersebut
antara lain dipengaruhi oleh varietas tanaman jambu mete yang berbeda dan
perlakuan serta pengawasan selama proses pengolahan berlangsung. Banyaknya
varietas tanaman jambu mete yang ditanam oleh para petani indonesia
menyebabkan mutu mete yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai ukuran
gelondong, warna, rasa, maupun rendamen kacang metenya.
9.2. Pengolahan Gelondong Mete
Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini:
a) Pemisahan gelondong dengan buah semu
b) Pencucian
c) Sortasi dan pengelasan mutu
d) Pengeringan
e) Penyimpanan
9.3. Pengolahan Kacang Mete
Urutan pengolahan kacang mete adalah:
a) Pelembaban gelondong mete
b) Penyangraian gelondong mete
c) Pengupasan kulit gelondong mete
d) Pelepasan kulit ari
e) Sortasi dan pengelasan mutu
f) Pengemasan

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Jambu mete mulai berbuah pada umur ± 5 tahun. Panen setiap tahun, hasilnya
meningkat mulai umur 8 - 10 tahun. Setelah itu berbuah lebat hingga lebih dari 20
tahun. Dengan menanam jambu mete, disamping menjaga kelestarian tanah dan air,
setiap hektar akan diperoleh 100 pohon x 5 kg/pohon x Rp. 500,- = Rp. 250.000,-
(tahun 1988)

11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Mutu kacang mete dinilai dari bentuk, ukuran biji, bobot biji dan warna. Selain itu juga
faktor rasa, bau, dan tekstur ikut mem-pengaruhi mutu kacang mete, terutama dalam
hubungannya dengan penerimaan konsumen. Rasa kacang mete dipengaruhi oleh
faktor intrinsik alami, varietas tanaman dan faktor ekstrinsik seperti tumbuhnya jamur
pada kacang dan proses pengolahannya.
11.2.Diskripsi
Biji Mete kupas (Cashew Kernels) adalah biji dari buah tanaman jambu mete yang
telah dikupas kulitnya dan telah dikeringkan. Standar mutu kacang mete di Indonesia
tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-2906-1992.
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Jenis/kelas mutu kacang mete terbagi menjadi 4 kelas (I, II, III dan IV). Adapun
standar atau syarat mutu kacang mete dilihat dari:
a) Kulit ari
b) Biji terkena CNSL
c) Serangga
c) Biji berulat
d) Biji busuk
e) Biji bercendawan/jamur
f) Benda-benda asing
g) Warna (Kelas I: ke-putih-putihan)
h) Bobot maksimum dalam gram/biji: I = 5 gram/biji; II = 5 gram/biji; III = 10 gram/biji.
h) Kadar air dalam maksimum %: I = 16%; II = 15% ; III = 15%.
i) Keutuhan biji mete ( utuh, belah, pecah, tidak termasuk biji utuh)
11.4.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah peti/karton
dengan maksimum 30 peti/karton dari tiap partai barang, kemudian tiap peti/karton
diambil contoh kurang lebih 500 gram Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur
sehingga merata, kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal.
Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 1000 gram
Contoh kemudian disegel dan diberi label.
11.5.Pengemasan
Pengemasan tidak dapat meningkatkan atau memperbaiki mutu, tetapi hanya
mempertahankan atau melindungi mutu produk yang dikemas. Oleh karena itu hanya
produk yang baik yang perlu dikemas. Produk yang rusak atau busuk yang ada
dalam kemasan akan menjadi kontaminasi dan infeksi bagi produk yang masih
sehat. Akibatnya produk tidak akan laku di pasaran.
Kacang mete yang diekspor biasanya dalam bentuk mentah dengan kadar air antara
4-6%, yang dikemas dalam kaleng hampa udara dan diisi dengan karbondioksida.
Kaleng kemasan yang digunakan sama dengan kaleng minyak tanah atau minyak
goreng, tetapi sebaiknya yang masih baru, bersih, kering, kedap udara dan tidak
bocor, serta harus bebas dari infeksi serangga dan jamur serta tidak karatan.
Bagian luar peti/karton pembungkus ditulis dengan cat yang tidak mudah luntur dan
jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang.
c) Nama perusahaan/eksportir.
d) Jenis mutu.
e) Nomor kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Negara/tempat tujuan.

12. DAFTAR PUSTAKA
1) Liptan (1988). Jambu Mete Sebagai tanaman penghijauan. Balai Informasi Pertanian Banjarbaru.
2) Liptan. (1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar Informasi Pertanian. Proyek Informasi Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal.
3) Saragih, Yan Pieter; Haryadi, Yadi. (1994). METE. Budidaya Jambu Mete. Pengupasan Gelondong. Bogor, Penebar Swadaya. 86 halaman

No comments:

Post a Comment